Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Tak Ku Tahu Kan Hari Esok. Sepenggal liriknya tiba-tiba hadir dan merasuk dalam benak saya pagi subuh ini"Tak Ku Tahu Kan Hari Esok 1. Tak ku tahu kan hari esok,namun langkahku tegapBukan surya kuharapkan,karena surya kan tiada ku gelisah,akan masa menjelang;ku berjalan serta hatiku tenang. Baca juga PKJS-UI Bersama IPPNU Melaksanakan Seminar dan Deklarasi Online Dalam Melindungi Anak dan Remaja dari Target Industri RokokRefreinBanyak hal tak kufahamidalam masa t'rang bagiku iniTangan Tuhan yang Tak ku tahu kan hari esok,mungkin langit kan Dia yang berkasihan,melindungi ku susah perjalanan,g'lombang dunia menderu,dipimpinNya ku bertahansampai akhir Kidung Jemaat PKJ 241 bait 1 dan 3 Sepenggal lirik diatas tiba-tiba hadir dan merasuk dalam benak saya pagi subuh ini. Saat saya sedang asik membaca Kompasiana untuk mengisi kejenuhan saya dalam menulis thesis yang tidak kunjung selesai padahal jadwal sidang sudah mendekat. Seperti biasa, saat saya sedang berada didepan laptop selalu ada musik dan kopi yang menemani kerja penulisan saya. Berhubung ini sudah masuk hari Minggu dan untuk selalu mengingatkan bahwa tetap harus beribadah sesibuk apapun kita, maka saya memutar musik rohani dari gawai saya. Dan, munculah lagu tersebut diatas yang membuat saya tercenung dan jadi ingin juga Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme 1 2 Lihat Humaniora Selengkapnya
1Tak ku tahu 'kan hari esok, namun langkahku tegap. Bukan surya kuharapkan, kar'na surya 'kan lenyap. Oh, tiada 'ku gelisah akan masa menjelang; 'ku berjalan serta Yesus. Maka hatiku tenang. Banyak hal tak kufahami dalam masa menjelang. Tapi t'rang bagiku ini: Tangan Tuhan yang pegang. 2 Makin t'ranglah perjalanan, makin tinggi aku naik.